JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pidato Pengantar Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024 dan Nota Keuangan 2023 menyampaikan bahwa anggaran untuk program ketahanan pangan tahun 2024 dialokasikan sebesar Rp108,8 triliun.
Adapun, anggaran tersebut akan diprioritaskan untuk peningkatan ketersediaan, akses, dan stabilisasi harga pangan, peningkatan produksi pangan domestik, penguatan kelembagaan petani.
BACA JUGA:
Selain itu, dana tersebut juga akan dialokasikan untuk dukungan pembiayaan dan perlindungan usaha tani, percepatan pembangunan dan rehabilitasi infrastruktur pangan, pengembangan kawasan food estate, serta penguatan cadangan pangan nasional.
BACA JUGA:
Menanggapi rencana ini, Pengamat Pertanian, Khudori mengungkapkan bahwa alokasi dana tersebut tidak jauh berubah dari tahun-tahun sebelumnya. Di mana, salah satu alokasi terbesar adalah untuk bantuan pangan, serta bantuan pangan non tunai (BPNT).
“Kalau tidak salah, untuk program ini saja bisa sampai memakan anggaran Rp44 triliun,” kata Khudori dalam keterangan resminya, Rabu (16/8/2023).
Kemudian, alokasi terbesar kedua masih terkait dengan sarana dan prasarana pertanian termasuk jaringan irigasi, bendungan, embung, dan subsidi pupuk.
Sejauh ini, lanjut Khudori, pemerintah telah mengklaim membangun sekian embung, bendungan, dan jaringan irigasi. Adapun, infrastruktur itu dibangun untuk memastikan, salah satunya, ketersediaan air. Namun, Khudori menilai bahwa klaim tersebut belum sejalan dengan peningkatan produksi pangan.
BACA JUGA:
“Ini karena sejumlah hal. Misalnya, bendungan sudah dibangun, tapi jaringan irigasi yang memanfaatkan air dari bendungan ini belum ada. Akhirnya, air yang ditampung di bendungan tidak termanfaatkan dengan baik,” ujar Khudori.
Demikian pula dengan subsidi pupuk. Sampai saat ini, Khudori bilang, dampaknya belum maksimal karena tidak bisa dipastikan subsidi pupuk itu benar-benar tepat sasaran dan dinikmati petani. Karena itu, selain alokasi anggaran diperbesar yang tidak kalah penting adalah mengevaluasi aneka anggaran ketahanan pangan itu bagaimana efektivitasnya.
“Hal ini untuk memastikan sumbangan alokasi anggaran itu pada peningkatan produksi pangan dan kesejahteraan petani,” tutur Khudori.
Lebih lanjut, dalam konteks untuk menambah lahan pangan, food estate adalah langkah yang bisa dimaklumi. Khudori menjelaskan bahwa lahan pangan yang ada saat ini jumlahnya kecil. Sawah misalnya, hanya ada 7,46 juta hektare.
Dalam konteks untuk secara gradual mengalihkan basis produksi pangan dari Jawa ke luar Jawa, food estate adalah langkah yang harus diambil. Sebab, menumpuk aneka produksi pangan penting di Jawa pada akhirnya akan berhadapan dengan fakta bahwa lahan pertanian terus dikonversi.
Ihwal food estate, Khudori menyebut belum ada yang berhasil hingga saat ini. Hal itu dikarenakan food estate dilakukan serampangan, mulai dari perencanaan hingga eksekusi di lapangan.
“Ini perlu waktu, perlu teknologi tertentu, perlu tenaga lapangan yang cukup dan cakap, dan lainnya. Karena selain lahan bukaan baru, lahan-lahan lokasi food estate itu lahan kelas 2, kelas 3, bahkan 4. Tingkat kesuburannya jauh lebih rendah dari lahan2 di Jawa,” kata Khudori.
Khudori menambahkan, melalui program food estate dapat membangun fondasi yang benar dan baik untuk menambah lahan pangan, maupun secara gradual memindahkan basis produksi pangan dari Jawa keluar Jawa.
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis Okezone.com tidak terlibat dalam materi konten ini.